diposkan oleh Sastrawan Batangan (Totok Soegiharto) pada ! POSDAYA | MARIBERPOSDAYA dan diterjemahkan oleh : Ibu Imelda
Terpanggil Untuk Balita & Ibu Hamil Miskin : Sekelumit Kisah Kasih Sayang Utary Tjandra di Posyandu Indonesia
A call of heart towards under priviledge infants and pregnant moms: a short humble story of Endah Utary Tjandra in spreading her tender loves and cares in 4,852 Posyandu carrying 795,470 under privilegedgers
Sampai JANUARI 2012 ini,795,470 data orang prasejahtera dari 4,852 posyandu, Lebih dari 100 Kelurahan di Kota dan Kabupaten yang sudah di tangannya. Siap disantuni secara langsung oleh warga yang berasal atau yang bermukim di Indonesia atau siapa saja yang selain peduli masa depan anak dan cucu kandungnya sendiri juga peduli anak bangsa yang kelak menjadi mitra anak-cucunya.
With her abundant love and care, Endah Utary Tjandra has been laying her hands on 4,852 posyandu with 795,470 under privileged infants and toddlers, pregnancies and elders mainly in Bogor (West Java), Ketapang (Kalimantan), Buleleng (Bali), and other under priviledge suburbs in Jakarta and West Java. In 2007, Endah Utary pioneered this social activity in Bogor by dedicating her mind, soul and time for searching under priviledge areas where need-help Posyandus are located. With her own financial capability, she began distributing donation in forms of healthy foods (healthy milk, biscuit, boiled eggs) to under priviledge Posyandus in Bogor area. Later today, with her total commitment and consistency to prepare a well-being future generation of Indonesia, Endah Utary has been collaborating with individuals and institutions sharing the same passion towards future generation of Indonesia by distributing those donations to under priviledge Posyandus throughout the country.
Dengan Data Fakir Miskin Yang Benar Dan Akurat Bisa Dilakukan Banyak Hal
Many things can be done with an accurate under priviledge community data
“Balita adalah masa depan bangsa. Kecerdasan balita adalah cikal bakal kecerdasan dari sebuah bangsa”, demikian ujar Utary Tjandra. Ibu tiga anak yang terkesan selalu ceria ini memang termasuk wanita langka di Indonesia. Bisa jadi juga langka di dunia. Mengapa demikian ? Wanita lulusan Fakultas Ekonomi jurusan akuntansi dari sebuah universitas di Melbourne Australia ini selalu gembira di tengah dua kesibukannya. Sibuk selaku pemilik dan pengurus perusahaan penyedia software lisensi SunSystems dan sibuk mendatangi posyandu - posyandu. Sebelumnya posyandu di wilayah DKI dan sekarang ini kebanyakan di wilayah lainnyha. Untuk apa ? Untuk mendapatkan data fakir miskin yang pengumpulan dan seleksinya dilakukan oleh posyandu dan kemudian disyahkan oleh RT/RW di mana posyandu tersebut berada.
"Infats and toddlers are the future generation of a nation. Intellectual level of infants and toddlers determines the intellectual level of a Nation", said Endah Utary. In this millenium age, it has been hard to find a woman like this cheerful mom of three children who formerly married with Teddy Tjandra. Why? Graduated from Economic Faculty of an university in Melbourne (Australia), aside from her role as a mom, Endah Utary is enjoying her busy days playing other important roles. As the owner of a legacy agent distributing international accounting software (SunSystems), Endah Utary also dedicates her time in visiting Posyandus throughout the country to search and collect data on under priviledge community especially infants, toddlers, pregancies and elders. As an integrated service centre for under priviledge community, Posyandus hold the most accurate and up-to-date data she is looking for.
Untuk apa data itu ? Nah di sinilah cerita menarik yang bisa diambil hikmahnya untuk siapa saja putera Indonesia yang cinta dan peduli negerinya. Yang peduli kepada saudaranya yang masih hidup dalam situasi miskin dan bodoh di alam yang sudah merdeka ini.
Now the question is "what is the use of the under priviledge data she is continually collecting?". This is where the most touching part of her journey taking place. Her journey can be the inspiration of anyone sharing the same passion as hers in loving and caring about the need-help community struggling with starvation, malnutrition and low education.
Semula Utary Tjandra enggan tetapi kemudian bersedia untuk sedikit bercerita tentang apa guna data-data itu setelah dia ingat bahwa ada perintah dari Sang Maha Kuasa untuk selain memberi juga mendorong orang lain agar memberi fakir miskin. Dengan bercerita, dia berharap bahwa ia juga mendorong atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Dengan adanya data itu – menurut Ayie sebutan akrab Utary Tjandra - ia bisa banyak berbuat. Yang pertama, dana yang dimilikinya dapat disalurkan kepada mereka yang berhak tanpa ada keraguan lagi karena datanya langsung ia peroleh dari pengurus posyandu yang memang sehari-hari mengetahui siapa saja yang miskin di wilayahnya. Yang kedua, sesuai dengan perintah Tuhan Semesta Alam, ia tidak boleh sendirian memberi sebab kalau suatu saat ia mati kegiatan itu akan putus. Dengan kata lain ia perlu mengajak keluarga dan sahabatnya untuk bersama dan atau sendiri-sendiri memberikan hak orang miskin yang dititipkan Tuhan Semua Manusia kepada mereka masing-masing. Dengan modal data itulah ajakannya menjadi lebih efisien dan efektf alias tidak omong doang karena ada bukti di atas kertas.
With her humbleness, she is sharing her story hoping to inspire those other people sharing the same passion as hers. The call of her heart began since the first time she knows that in every single penny of her fortune gifted by God, there is a right of the unfortunate ones. She is also aware of God's intention to create human with various financial ability and God's instruction to call each other among us to collaborate and build synergy in putting action on this social issue. "I can do a lots of things with an accurate under priviledge data in my hand", she said. Firstly, with an accurate data she collected from Posyandus, she will have no doubt in distributing her donation fund. "The data I collected from Posyandus comes from social workers (so called Kader Posyandu) who have been dedicating their life to serve under priviledge community registered in each Posyandu. They exactly know who are under the under priviledge and who are the well being society in their surrounding", she continued. Secondly, Endah Utary is also aware of the fact that she can not be a solo player in this activity. She said, "One day, I will pass away and this activity has to roll over and continue despite my absence". In other words, she imposed the importance of regeneration in performing this action to ensure the sustainability of this activity. With an accurate data, it is more effective for her to call friends and families and anyone sharing the same passion to taking part in this social activity.
Antara Motivasi Dan Skala Prioritas
Between Motiviation and Priority Scale
Sudah sejak kecil ia diberi contoh dan diajak oleh orang tuanya – yang saat itu tinggal di Jalan Semeru Bogor dan kemudian di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta - untuk selalu peduli kaum fakir miskin. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya ia pun menyadari bahwa walaupun ikhlas memberi tetapi akal tetap harus digunakan sehingga tidak asal memberi. Kata “memberi” yang diyakininya adalah memberi kepada pihak-pihak yang paling membutuhkan dan memberi manfaat jangka panjang bagi pihak-pihak tersebut secara khusus dan terutama memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Iapun lantas terjun langsung melihat profil kemiskinan, mendatanya dan kemudian memberikan santunan pribadinya. Itu berlangsung cukup lama terutama ia lakukan di wilayah Jakarta Selatan di mana ia bermukim.
Since young age, Endah Utary has been demonstrated by examples done by her parents - formerly lived in Jalan Semeru (Bogor) and later moved to Jalan Teuku Umar, Menteng (Jakarta) - to always care about the poor people. Along with her journey, she then realised, in whole heartedly "giving and sharing" to the poor people, we also still need to use our common sense and logic so we can assure we give and share with the "right" group of people. Endah Utary said, "Sharing and giving mean sharing and giving to the most critical "need-help" group of people and has to result in long term impact for Indonesia". She then immediate put this heart call into action by directly involve to view the proverty profile, collect the data and distribute her own donation.
Sewaktu terjun langsung itulah Utary yang kini tinggal di Cipete Jakarta Selatan terperangah melihat kemiskinan yang diderita bangsanya. Menurut ceritanya ia sempat melihat orang yang hidup serumah berdampingan dengan kambing. Mengapa ? Karena miskinnya, maka rumahnya dijadikan sekaligus kandang kambingnya. Masih ada cerita-cerita lain yang ia peroleh selama ia beranjangsana ’turun ke bawah’ itu. Semuanya membuatnya bertambah bersyukur kepada Tuhan atas pemberiaNya. Dan selanjutnya ia ingin mewujudkan rasa syukurnya itu dengan aksi nyataYaitu menafkahkan sebagian besar hartanya kepada mereka.
During her eye-opening journey, she realised the poverty climate happening in her country. With her own eyes, she can even see people live under the same roof with their farmed goats. Those people use their houses both as places to stay, live and farm their goats. So many other ironic stories she experienced during her journey to go "low" as the opposite side of what she sees in her days in big city, Jakarta. She shared, "Seeing those ironic facts, I become a more grateful person for all fortunes God awards me and my family, and as a proof of my gratefulness, I immediately put an actual action by giving major part of my fortunes to those need-help infants, toddlers, pregnancies and elders concentrared in Posyandus".
Ketika ditanya apa motivasi semua ini, Utary yang menjawab tidak secara langsung mengatakan bahwa selain cinta anak kecil, ia juga pernah bertanya kepada Tuhan Semesta Alam mengenai apa yang harus dikerjakannya seimbang dengan harta yang dianugerahkan kepadanya. Baik berupa harta benda dalam pengertian fisik maupun harta yang berupa kepandaian, relasi, waktu dan energi. Jawab yang diperolehnya ialah bahwa ia harus menjadikan harta kekayaannya lebih bermanfaat kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan. Artinya lebih mengutamakan skala prioritas. Ia kemudian mencoba bertanya ke sana-sini mengenai skala prioritas itu. Jawabnya adalah orang miskin yang tidak mendapat bagian atau dengan kata lain tidak mampu untuk meminta bagiannya kepada pihak yang mempunyai kemampuan untuk membantu. Siapa orang miskin yang tidak mendapat bagian itu ?. Akhirnya terjawab pula yaitu bayi dalam kandungan orang miskin dan balita anak orang miskin (baik yang orang tuanya ada maupun yang yatim/piatu). Mengapa mereka dapat dianggap prioritas ? Merekalah yang di masa depan akan menentukan nasib bangsa ini mau dibawa ke mana. Merekalah yang akan menjadi mitra anak-cucu kita, baik sebagai atasan, bawahan ataupun teman sekerja. Kalau mereka bodoh karena kurang gizi di waktu kecilnya, maka kelak saat menjadi mitra anak cucu kita, mereka akan menjadi manusia yang tidak produktif bahkan bisa berpeluang merusak apa yang dibangun kita dan anak-cucu kita. Tentunya akan menyusahkan anak-cucu kita pula di masa mendatang itu.
When we asked what is her motivation of doing such a noble action? Endah Utary humbly said, "I love babies and children, and I once asked God what I should do has to be in balance with all fortunes God awards to me. Fortunes in form of financial ability and also fortunes in form of intellectual ability, networks, time and energy". The answer she got is she has to place her fortunes as a more meaningful fortunes for those group of people in immediate needs. It means she has to put priority scale. She tried to find the answer on what is the best and right priority scale as the target of her "sharing and giving" passion. She finally found the answer that the first priority is to help those unfortunate people who happen "do not" and "can not" ask for help from other people. Who are group people falls under this category? The answer is JANIN carried by poor pregnant moms and infants and toddlers belong to poor parents. These are the future generations determining the future destinty of this nation. They are the future leaders bringing this nation to become a well-being nation. We therefore need to put an immediate action into their starvation, malnutrition and low education.
Bayangkan, jika seorang pengemis tidak memiliki biaya untuk memberikan gizi yang cukup,pada anak-anak mereka, yang lebih dari satu jumlahnya. Masalahnya tidak akan sesederhana ini, dampaknya selain terganggunya kesehatan mereka, juga akan menurunkan tingkat kecerdasan berfikir dan emosinya. Lalu ketika mereka besar, karena tak bisa merasakan pendidikan yang normal di bangku sekolah, bisa jadi mereka akan terus berada dari lintasan kebodohan dan kemiskinan, dan bisa jadi akan terjebak ke dalam “kemiskinan abadi”.
Lantas di mana mereka yang prioritas itu berada ? Jawabnya di posyandu. Sekedar diketahui, secara teoritis, paling tidak ada 2 (dua) hal yang membuat anak tidak cerdas, yaitu (1) gizi yang baik semasa balita, serta (2) pendidikan yang memadai. Dengan dua hal tersebut, kemiskinan bisa diatasi secara perlahan-lahan. Dengan demikian, program nasional atau gerakan masyarakat pemberian gizi tambahan untuk balita miskin yang dikelola secara terpadu melalui posyandu atau posdaya (pos pemberdayaan keluarga) menjadi salah satu upaya penting dalam menanggulangi kemiskinan masa depan bangsa.
Now the question is where we can find those group of people as our first priority to help? The answer is Posyandu. At glance, Posyandu is an integrated service centre for under priviledge community mainly serving under priviledged infants, toddlers, pregancies and elders. How Posyandus look like nowadays? Colllected information proves that there is still a very low awareness on the existence of Posyandu as well as towards the under priviledge group people concentrated in Posyandu. There are 4 million under priviledge infants and toddlers of which 790 thousands are under malnutrition and Government can only handle and look after 29 thousands infants and toddlers only. So, who are people responsible for this condition? Aren't we all responsible for this and not only rely on Government to look after this social condition? Don't we need to start with children at the earliest age to change the morale of this nation? Who can change the destiny of a nation if not the nation itself instead of relying on favour from other nations? These are facts have been seen by Endah Utary which then motivating her to encourage herself and friends and other people to reduce the future poverty burden on the nation. She put it in a very simple action. To give and call people for giving to those under priviledge, thus act on poverty issues becoming the culture of this nation.
Lalu bagaimana kondisi posyandu dewasa ini ? Ternyata kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian warga kepada yang prioritas ini masih rendah. Buktinya apa ? Belum banyak yang peduli kepada 4 juta balita miskin yang 790 ribuan di antaranya kurang gizi dan pemerintah hanya sanggup menangani 29 ribuan balita saja. Lantas siapa yang peduli ? Bukankah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua anak bangsa bukan hanya pemerintah saja ? Bukankah untuk mengubah akhlak dan kondisi suatu bangsa ini harus dimulai sejak anak kecil ? Bukankah yang bisa merubah nasib suatu bangsa adalah bangsa itu sendiri dan bukan bangsa lain ? Bukankah yang bisa mengubah nasib manusia di suatu kampung atau daerah adalah orang daerah atau kampung itu sendiri dan bukan orang lain? Itulah yang dilihat dan dirasakan oleh Utary dan itulah yang kemudian menjadikan Utary termotivasi untuk terjun langsung memberdayakan dirinya dan juga kerabat serta temannya untuk mengurangi beban anak cucu di masa depan akibat ketidakpedulian umumnya warga Indonesia. Program aksinya sederhana saja, sebagaimana telah ia utarakan sebelumnya, yaitu memberi dan menganjurkan untuk memberi agar penanganan kemiskinan menjadi budaya bangsa.
Jadilah Dia Disebut Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera
Di kalangan kawan-kawannya Utary Tjandra - yang menikah dengan Teddy Tjandra teman SMP dan tetangganya di Jalan Teuku Umar Jakarta itu - dikenal termasuk manusia yang maniak melakukan pemberdayaan masyarakat melalui posyandu, baik dilakukannya sendiri maupun dengan mengajak kawan-kawannya. Kini paling tidak 18 orang kawannya – baik pengusaha maupun profesional - ikut memberikan kontribusi baik dalam kebersamaan maupun sendiri-sendiri dengan wilayah wilayah yang meliputi DKI, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Jambi, Sumsel dan Lampung.
Karena prestasi yang diraihnya dalam mengumpulkan data, menyantuni dan kemudian mengajak orang lain untuk ikut menyantuni puluhan ribu fakir miskin pengunjung posyandu itulah maka kawan-kawannya menggelarinya Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera dari Cipete Jakarta.
Dijuluki gelar itu, Utary yang almarhum suaminya menciptakan software Quranku - tertawa saja sambil berucap ” Alhamdullilah”.
Harapannya Ke Depan
Queen of under priviledge community and her future wishes
Sebagai putera bangsa Indonesia yang belajar dan berusaha untuk bertakwa kepada Tuhan Semesta Alam, Utary ingin mengajak dirinya dan juga kerabat dan kawan-kawannya untuk terjun langsung menangani kemiskinan. Dimulai dengan pendataan yang benar dan akurat. Dilanjutkan dengan memberikan bantuan sesuai kemampuan dan diakhiri dengan mengajak orang lain.
”Kalau kegiatan itu menjadi budaya bangsa, apalagi sejak masih anak-anak, ” Kata Utary, ” Insya Allah, Indonesia di masa depan akan bebas dari kemiskinan dan kebodohan”
"Infats and toddlers are the future generation of a nation. Intellectual level of infants and toddlers determines the intellectual level of a Nation", said Endah Utary. In this millenium age, it has been hard to find a woman like this cheerful mom of three children who formerly married with Teddy Tjandra. Why? Graduated from Economic Faculty of an university in Melbourne (Australia), aside from her role as a mom, Endah Utary is enjoying her busy days playing other important roles. As the owner of a legacy agent distributing international accounting software (SunSystems), Endah Utary also dedicates her time in visiting Posyandus throughout the country to search and collect data on under priviledge community especially infants, toddlers, pregancies and elders. As an integrated service centre for under priviledge community, Posyandus hold the most accurate and up-to-date data she is looking for.
Untuk apa data itu ? Nah di sinilah cerita menarik yang bisa diambil hikmahnya untuk siapa saja putera Indonesia yang cinta dan peduli negerinya. Yang peduli kepada saudaranya yang masih hidup dalam situasi miskin dan bodoh di alam yang sudah merdeka ini.
Now the question is "what is the use of the under priviledge data she is continually collecting?". This is where the most touching part of her journey taking place. Her journey can be the inspiration of anyone sharing the same passion as hers in loving and caring about the need-help community struggling with starvation, malnutrition and low education.
Semula Utary Tjandra enggan tetapi kemudian bersedia untuk sedikit bercerita tentang apa guna data-data itu setelah dia ingat bahwa ada perintah dari Sang Maha Kuasa untuk selain memberi juga mendorong orang lain agar memberi fakir miskin. Dengan bercerita, dia berharap bahwa ia juga mendorong atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Dengan adanya data itu – menurut Ayie sebutan akrab Utary Tjandra - ia bisa banyak berbuat. Yang pertama, dana yang dimilikinya dapat disalurkan kepada mereka yang berhak tanpa ada keraguan lagi karena datanya langsung ia peroleh dari pengurus posyandu yang memang sehari-hari mengetahui siapa saja yang miskin di wilayahnya. Yang kedua, sesuai dengan perintah Tuhan Semesta Alam, ia tidak boleh sendirian memberi sebab kalau suatu saat ia mati kegiatan itu akan putus. Dengan kata lain ia perlu mengajak keluarga dan sahabatnya untuk bersama dan atau sendiri-sendiri memberikan hak orang miskin yang dititipkan Tuhan Semua Manusia kepada mereka masing-masing. Dengan modal data itulah ajakannya menjadi lebih efisien dan efektf alias tidak omong doang karena ada bukti di atas kertas.
With her humbleness, she is sharing her story hoping to inspire those other people sharing the same passion as hers. The call of her heart began since the first time she knows that in every single penny of her fortune gifted by God, there is a right of the unfortunate ones. She is also aware of God's intention to create human with various financial ability and God's instruction to call each other among us to collaborate and build synergy in putting action on this social issue. "I can do a lots of things with an accurate under priviledge data in my hand", she said. Firstly, with an accurate data she collected from Posyandus, she will have no doubt in distributing her donation fund. "The data I collected from Posyandus comes from social workers (so called Kader Posyandu) who have been dedicating their life to serve under priviledge community registered in each Posyandu. They exactly know who are under the under priviledge and who are the well being society in their surrounding", she continued. Secondly, Endah Utary is also aware of the fact that she can not be a solo player in this activity. She said, "One day, I will pass away and this activity has to roll over and continue despite my absence". In other words, she imposed the importance of regeneration in performing this action to ensure the sustainability of this activity. With an accurate data, it is more effective for her to call friends and families and anyone sharing the same passion to taking part in this social activity.
Antara Motivasi Dan Skala Prioritas
Between Motiviation and Priority Scale
Sudah sejak kecil ia diberi contoh dan diajak oleh orang tuanya – yang saat itu tinggal di Jalan Semeru Bogor dan kemudian di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta - untuk selalu peduli kaum fakir miskin. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya ia pun menyadari bahwa walaupun ikhlas memberi tetapi akal tetap harus digunakan sehingga tidak asal memberi. Kata “memberi” yang diyakininya adalah memberi kepada pihak-pihak yang paling membutuhkan dan memberi manfaat jangka panjang bagi pihak-pihak tersebut secara khusus dan terutama memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Iapun lantas terjun langsung melihat profil kemiskinan, mendatanya dan kemudian memberikan santunan pribadinya. Itu berlangsung cukup lama terutama ia lakukan di wilayah Jakarta Selatan di mana ia bermukim.
Since young age, Endah Utary has been demonstrated by examples done by her parents - formerly lived in Jalan Semeru (Bogor) and later moved to Jalan Teuku Umar, Menteng (Jakarta) - to always care about the poor people. Along with her journey, she then realised, in whole heartedly "giving and sharing" to the poor people, we also still need to use our common sense and logic so we can assure we give and share with the "right" group of people. Endah Utary said, "Sharing and giving mean sharing and giving to the most critical "need-help" group of people and has to result in long term impact for Indonesia". She then immediate put this heart call into action by directly involve to view the proverty profile, collect the data and distribute her own donation.
Sewaktu terjun langsung itulah Utary yang kini tinggal di Cipete Jakarta Selatan terperangah melihat kemiskinan yang diderita bangsanya. Menurut ceritanya ia sempat melihat orang yang hidup serumah berdampingan dengan kambing. Mengapa ? Karena miskinnya, maka rumahnya dijadikan sekaligus kandang kambingnya. Masih ada cerita-cerita lain yang ia peroleh selama ia beranjangsana ’turun ke bawah’ itu. Semuanya membuatnya bertambah bersyukur kepada Tuhan atas pemberiaNya. Dan selanjutnya ia ingin mewujudkan rasa syukurnya itu dengan aksi nyataYaitu menafkahkan sebagian besar hartanya kepada mereka.
During her eye-opening journey, she realised the poverty climate happening in her country. With her own eyes, she can even see people live under the same roof with their farmed goats. Those people use their houses both as places to stay, live and farm their goats. So many other ironic stories she experienced during her journey to go "low" as the opposite side of what she sees in her days in big city, Jakarta. She shared, "Seeing those ironic facts, I become a more grateful person for all fortunes God awards me and my family, and as a proof of my gratefulness, I immediately put an actual action by giving major part of my fortunes to those need-help infants, toddlers, pregnancies and elders concentrared in Posyandus".
Ketika ditanya apa motivasi semua ini, Utary yang menjawab tidak secara langsung mengatakan bahwa selain cinta anak kecil, ia juga pernah bertanya kepada Tuhan Semesta Alam mengenai apa yang harus dikerjakannya seimbang dengan harta yang dianugerahkan kepadanya. Baik berupa harta benda dalam pengertian fisik maupun harta yang berupa kepandaian, relasi, waktu dan energi. Jawab yang diperolehnya ialah bahwa ia harus menjadikan harta kekayaannya lebih bermanfaat kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan. Artinya lebih mengutamakan skala prioritas. Ia kemudian mencoba bertanya ke sana-sini mengenai skala prioritas itu. Jawabnya adalah orang miskin yang tidak mendapat bagian atau dengan kata lain tidak mampu untuk meminta bagiannya kepada pihak yang mempunyai kemampuan untuk membantu. Siapa orang miskin yang tidak mendapat bagian itu ?. Akhirnya terjawab pula yaitu bayi dalam kandungan orang miskin dan balita anak orang miskin (baik yang orang tuanya ada maupun yang yatim/piatu). Mengapa mereka dapat dianggap prioritas ? Merekalah yang di masa depan akan menentukan nasib bangsa ini mau dibawa ke mana. Merekalah yang akan menjadi mitra anak-cucu kita, baik sebagai atasan, bawahan ataupun teman sekerja. Kalau mereka bodoh karena kurang gizi di waktu kecilnya, maka kelak saat menjadi mitra anak cucu kita, mereka akan menjadi manusia yang tidak produktif bahkan bisa berpeluang merusak apa yang dibangun kita dan anak-cucu kita. Tentunya akan menyusahkan anak-cucu kita pula di masa mendatang itu.
When we asked what is her motivation of doing such a noble action? Endah Utary humbly said, "I love babies and children, and I once asked God what I should do has to be in balance with all fortunes God awards to me. Fortunes in form of financial ability and also fortunes in form of intellectual ability, networks, time and energy". The answer she got is she has to place her fortunes as a more meaningful fortunes for those group of people in immediate needs. It means she has to put priority scale. She tried to find the answer on what is the best and right priority scale as the target of her "sharing and giving" passion. She finally found the answer that the first priority is to help those unfortunate people who happen "do not" and "can not" ask for help from other people. Who are group people falls under this category? The answer is JANIN carried by poor pregnant moms and infants and toddlers belong to poor parents. These are the future generations determining the future destinty of this nation. They are the future leaders bringing this nation to become a well-being nation. We therefore need to put an immediate action into their starvation, malnutrition and low education.
Bayangkan, jika seorang pengemis tidak memiliki biaya untuk memberikan gizi yang cukup,pada anak-anak mereka, yang lebih dari satu jumlahnya. Masalahnya tidak akan sesederhana ini, dampaknya selain terganggunya kesehatan mereka, juga akan menurunkan tingkat kecerdasan berfikir dan emosinya. Lalu ketika mereka besar, karena tak bisa merasakan pendidikan yang normal di bangku sekolah, bisa jadi mereka akan terus berada dari lintasan kebodohan dan kemiskinan, dan bisa jadi akan terjebak ke dalam “kemiskinan abadi”.
Lantas di mana mereka yang prioritas itu berada ? Jawabnya di posyandu. Sekedar diketahui, secara teoritis, paling tidak ada 2 (dua) hal yang membuat anak tidak cerdas, yaitu (1) gizi yang baik semasa balita, serta (2) pendidikan yang memadai. Dengan dua hal tersebut, kemiskinan bisa diatasi secara perlahan-lahan. Dengan demikian, program nasional atau gerakan masyarakat pemberian gizi tambahan untuk balita miskin yang dikelola secara terpadu melalui posyandu atau posdaya (pos pemberdayaan keluarga) menjadi salah satu upaya penting dalam menanggulangi kemiskinan masa depan bangsa.
Now the question is where we can find those group of people as our first priority to help? The answer is Posyandu. At glance, Posyandu is an integrated service centre for under priviledge community mainly serving under priviledged infants, toddlers, pregancies and elders. How Posyandus look like nowadays? Colllected information proves that there is still a very low awareness on the existence of Posyandu as well as towards the under priviledge group people concentrated in Posyandu. There are 4 million under priviledge infants and toddlers of which 790 thousands are under malnutrition and Government can only handle and look after 29 thousands infants and toddlers only. So, who are people responsible for this condition? Aren't we all responsible for this and not only rely on Government to look after this social condition? Don't we need to start with children at the earliest age to change the morale of this nation? Who can change the destiny of a nation if not the nation itself instead of relying on favour from other nations? These are facts have been seen by Endah Utary which then motivating her to encourage herself and friends and other people to reduce the future poverty burden on the nation. She put it in a very simple action. To give and call people for giving to those under priviledge, thus act on poverty issues becoming the culture of this nation.
Lalu bagaimana kondisi posyandu dewasa ini ? Ternyata kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian warga kepada yang prioritas ini masih rendah. Buktinya apa ? Belum banyak yang peduli kepada 4 juta balita miskin yang 790 ribuan di antaranya kurang gizi dan pemerintah hanya sanggup menangani 29 ribuan balita saja. Lantas siapa yang peduli ? Bukankah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua anak bangsa bukan hanya pemerintah saja ? Bukankah untuk mengubah akhlak dan kondisi suatu bangsa ini harus dimulai sejak anak kecil ? Bukankah yang bisa merubah nasib suatu bangsa adalah bangsa itu sendiri dan bukan bangsa lain ? Bukankah yang bisa mengubah nasib manusia di suatu kampung atau daerah adalah orang daerah atau kampung itu sendiri dan bukan orang lain? Itulah yang dilihat dan dirasakan oleh Utary dan itulah yang kemudian menjadikan Utary termotivasi untuk terjun langsung memberdayakan dirinya dan juga kerabat serta temannya untuk mengurangi beban anak cucu di masa depan akibat ketidakpedulian umumnya warga Indonesia. Program aksinya sederhana saja, sebagaimana telah ia utarakan sebelumnya, yaitu memberi dan menganjurkan untuk memberi agar penanganan kemiskinan menjadi budaya bangsa.
Jadilah Dia Disebut Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera
Di kalangan kawan-kawannya Utary Tjandra - yang menikah dengan Teddy Tjandra teman SMP dan tetangganya di Jalan Teuku Umar Jakarta itu - dikenal termasuk manusia yang maniak melakukan pemberdayaan masyarakat melalui posyandu, baik dilakukannya sendiri maupun dengan mengajak kawan-kawannya. Kini paling tidak 18 orang kawannya – baik pengusaha maupun profesional - ikut memberikan kontribusi baik dalam kebersamaan maupun sendiri-sendiri dengan wilayah wilayah yang meliputi DKI, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Jambi, Sumsel dan Lampung.
Karena prestasi yang diraihnya dalam mengumpulkan data, menyantuni dan kemudian mengajak orang lain untuk ikut menyantuni puluhan ribu fakir miskin pengunjung posyandu itulah maka kawan-kawannya menggelarinya Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera dari Cipete Jakarta.
Dijuluki gelar itu, Utary yang almarhum suaminya menciptakan software Quranku - tertawa saja sambil berucap ” Alhamdullilah”.
Harapannya Ke Depan
Queen of under priviledge community and her future wishes
Sebagai putera bangsa Indonesia yang belajar dan berusaha untuk bertakwa kepada Tuhan Semesta Alam, Utary ingin mengajak dirinya dan juga kerabat dan kawan-kawannya untuk terjun langsung menangani kemiskinan. Dimulai dengan pendataan yang benar dan akurat. Dilanjutkan dengan memberikan bantuan sesuai kemampuan dan diakhiri dengan mengajak orang lain.
”Kalau kegiatan itu menjadi budaya bangsa, apalagi sejak masih anak-anak, ” Kata Utary, ” Insya Allah, Indonesia di masa depan akan bebas dari kemiskinan dan kebodohan”
With strong nationalism blended in her blood, Endah Utary commits to continue in dedicating her soul, mind and fortunes from God to the unfortunates. She will also continue to call others sharing the same passion as hers to prepare for the better future of Indonesia. Regeneration, collaboration and synergy with all parties are something she is now working on and will continue to develop. "Insya Allah, Indonesia will be a nation with healthy and intelligent future generation and one day, I believe "sharing and giving" will be the culture of this nation", she humbly resumed this conversation.
Sejak tahun 2007, donasi dari Kegiatan KNS telah terdisbtribusikan pada daerah-daerah (program selama 3 bulan setiap posyandu):
§Jakarta: 105 posyandu dengan15,360 partisipan
§Bekasi: 3 posyandu dengan 450 partisipan
§Tangerang: 15 posyandu dengan 1,071 partisipan
§Kabupaten Sukabumi: 66 posyandu dengan 9,492
partisipan
§Cimahi: 12 posyandu dengan 2,901 participan
§Bogor: 4,575 posyandu dengan 756,936 partisipan
§Ketapang (Kalimantan Barat): 12 posyandu dengan 2,895
partisipan
§Buleleng (Bali): 14 posyandu dengan 1,974 partisipan
§Sindang Waas (Bandung): 9 posyandu dengan 650
partisipan
§Pager Wangi (Bandung) – MMI Syariah Fund: 14 posyandu
dengan 3,741 partisipan
Total donasi dari kegiatan KNS telah terdistribusi pada 4,825 posyandu dengan 795,470 partisipan
(2) Daftar alamat posyandu berikut nama balita dan ibu hamil prasejahtera, serta nama dan hp pengurus posyandu, yang diperlukan bagi siapa saja yang ingin mengadopsi atau menyebarluaskan kegiatan ini - dapat diperoleh dari Tim Teknis (Sdr Adjie, 0817-88-22-23)
(3) Informasi lebih detil dapat diakses dari .http://karyanyatasosial.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment